Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jumat Agung: Ketika Cinta Mengalahkan Kegelapan

Hari ini, kita berdiri di tanah yang kudus, tanah yang basah oleh air mata kepedihan dan darah pengorbanan. Hari ini, hati kita tertuju pada satu peristiwa sentral dalam sejarah keselamatan umat manusia, sebuah hari yang tampak kelam namun menyimpan terang kasih yang tak pernah padam: Jumat Agung.

Kita mengenang, bukan dengan kesedihan yang tanpa harapan, melainkan dengan kekaguman yang mendalam akan sebuah tindakan kasih yang melampaui segala pemahaman. Kita merenungkan salib di Kalvari, bukan sebagai simbol kekalahan, melainkan sebagai monumen kemenangan terbesar yang pernah diraih.

Bayangkanlah saat itu. Langit yang tadinya biru cerah tiba-tiba menjadi gelap gulita, seolah alam semesta turut berduka atas tragedi yang sedang berlangsung. Di atas bukit Golgota, berdiri tegak tiga salib. Dua di antaranya memanggul penjahat, orang-orang yang pantas menerima hukuman atas perbuatan mereka. Namun di salib yang di tengah, tergantung seorang yang tak bersalah, seorang yang hanya membawa kasih, pengajaran kebenaran, dan mukjizat penyembuhan: Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal.

Teriakan "Salibkan Dia!" masih terngiang di telinga kita, sebuah teriakan yang lahir dari ketidakpahaman, ketakutan, dan kebencian yang membutakan. Mereka yang dulunya menyaksikan mukjizat-Nya, mereka yang mendengar pengajaran-Nya yang penuh hikmat, kini berbalik menuntut nyawa-Nya. Betapa rapuhnya hati manusia ketika dihadapkan pada kebenaran yang menelanjangi dosa dan kesombongan mereka.

Yesus, dalam kesendirian dan penderitaan yang tak terperi, menanggung beban dosa seluruh umat manusia. Setiap cambukan yang mendarat di tubuh-Nya adalah hukuman yang seharusnya kita terima. Setiap paku yang menembus tangan dan kaki-Nya adalah harga yang harus dibayar untuk kebebasan kita dari belenggu dosa. Setiap tetes darah yang menetes dari tubuh-Nya adalah bukti cinta yang tak terhingga, cinta yang rela berkorban demi orang yang dikasihi-Nya.

Di tengah rasa sakit yang tak tertahankan, Yesus masih sempat mengucapkan kata-kata yang penuh kasih dan pengampunan. Kepada Bapa di surga, Ia berdoa, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Lukas 23:34). Sebuah ungkapan kasih yang melampaui batas kemanusiaan, sebuah teladan pengampunan yang seharusnya menjadi cermin bagi setiap hati kita.

Kepada penjahat yang bertobat di samping-Nya, Ia memberikan janji harapan, "Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (Lukas 23:43). Sebuah janji yang menunjukkan bahwa kasih karunia Allah selalu terbuka bagi siapa saja yang datang kepada-Nya dengan hati yang menyesal.

Bahkan di saat-saat terakhir-Nya, Yesus masih memikirkan orang lain. Ia mempercayakan ibu-Nya, Maria, kepada murid yang dikasihi-Nya, Yohanes, dengan kata-kata, "Ibu, inilah anakmu!" dan kepada Yohanes, "Inilah ibumu!" (Yohanes 19:26-27). Sebuah tindakan kasih dan perhatian yang menunjukkan bahwa bahkan di tengah penderitaan terhebat, kasih tidak pernah berhenti memberi.

Akhirnya, dengan suara nyaring, Yesus berseru, "Sudah selesai!" (Yohanes 19:30). Sebuah seruan kemenangan, bukan kekalahan. Di salib itu, pekerjaan penebusan dosa telah dituntaskan. Hutang dosa kita telah lunas dibayar. Jembatan antara Allah dan manusia yang terputus akibat dosa telah dipulihkan.

Kematian Yesus di kayu salib bukanlah akhir dari segalanya. Justru, di dalam kematian-Nya terkandung benih kehidupan yang kekal. Kegelapan Jumat Agung akan segera digantikan oleh terang kebangkitan di hari Minggu Paskah. Salib yang tampak sebagai simbol kehinaan akan menjadi lambang kemuliaan dan kemenangan.

Saudara-saudari, renungan Jumat Agung ini mengajak kita untuk melihat lebih dalam makna pengorbanan Kristus bagi hidup kita. Ini bukan sekadar peristiwa sejarah yang terjadi ribuan tahun yang lalu, tetapi sebuah realitas yang terus relevan dan berdampak bagi setiap orang yang percaya.

Salib Kristus mengajarkan kita tentang:

 * Kasih yang tanpa batas: Kasih Allah kepada kita begitu besar sehingga Ia rela mengorbankan Anak-Nya yang tunggal untuk menebus dosa-dosa kita. Apakah kita telah membalas kasih-Nya dengan hidup yang seturut dengan kehendak-Nya?

 * Pengampunan yang radikal: Yesus mengampuni mereka yang menyalibkan-Nya. Apakah kita telah belajar untuk mengampuni orang-orang yang telah menyakiti kita, bahkan ketika pengampunan itu terasa sulit?

 * Kerendahan hati yang sejati: Yesus, sebagai Raja di atas segala raja, rela merendahkan diri menjadi manusia dan mati di kayu salib. Apakah kita telah belajar untuk hidup dalam kerendahan hati dan melayani sesama dengan tulus?

 * Pengorbanan yang tulus: Yesus memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang. Apakah kita telah siap untuk berkorban demi orang lain, demi kebenaran, dan demi Kerajaan Allah?

 * Harapan yang pasti: Kematian Kristus bukanlah akhir, melainkan awal dari kehidupan yang baru. Di dalam Dia, kita memiliki harapan akan pengampunan dosa, pemulihan hubungan dengan Allah, dan kehidupan kekal.

Jumat Agung adalah panggilan bagi kita untuk merenungkan kembali arti pengorbanan Kristus dalam hidup kita. Ini adalah waktu untuk memeriksa hati kita, mengakui dosa-dosa kita, dan menerima anugerah pengampunan yang telah Dia berikan dengan cuma-cuma.

Janganlah kita hanya mengenang Jumat Agung sebagai sebuah tradisi atau ritual semata. Biarlah semangat pengorbanan dan kasih Kristus merasuki setiap aspek kehidupan kita. Biarlah salib Kristus menjadi sumber kekuatan, pengharapan, dan inspirasi bagi kita untuk hidup lebih sungguh-sungguh bagi Allah dan sesama.

Ketika kita memandang salib, ingatlah bahwa di sana, cinta mengalahkan kegelapan. Di sana, pengorbanan membuahkan kehidupan. Di sana, harapan menemukan kepastiannya.

Marilah kita membawa pesan kasih dan pengampunan Kristus ke dalam dunia di sekitar kita. Marilah kita menjadi saksi-saksi akan kuasa salib yang mengubah hidup. Dan marilah kita menantikan dengan penuh pengharapan akan fajar kebangkitan yang akan segera tiba.

Tuhan memberkati kita semua. Amin.

Posting Komentar untuk "Jumat Agung: Ketika Cinta Mengalahkan Kegelapan"