Berani Berkata Benar
Sedikit orang yang berani berkata benar, sebab terkadang dengan berkata apa yang benar akan membuat posisi seseorang justru terancam. Sebaliknya orang akan memilih dalam jalur aman, sekalipun harus berkata hal yang tidak benar. Tindakan itu dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang-orang yang memiliki kedudukan, berpendidikan tinggi, maupun dilakukan oleh orang-orang yang dianggap tidak berpendidikan atau orang yang dianggap miskin sekalipun.
Tuhan tidak menghendaki anak-anakNya hidup demikian. Tuhan mau anak-anakNya selalu hidup dalam kebenaran apapun keadaanya dan tidak menghakimi orang lain demi kenyamanan diri sendiri. Hidup saling mengingatkan dan mendorong, sehingga kebenaran dan kejujuran menjadi prinsip bahkan karakter kita sebagai orang percaya.
Injil Yohanes 9:1-41 mencatat kisah seseorang yang mampu berkata benar dan jujur sesuai apa yang dia alami, tanpa ada rasa takut mengalami resiko, yaitu dia dikucilkan oleh orang-orang dari rumah ibadah. Dia adalah seorang yang buta sejak lahir. Dia dikenal sebagai orang yang meminta-minta (ay.8). Dia seseorang yang tidak diperhitungkan ditengah-tengah masyarakat. Dia tidak pandai. Tetapi perjumpaannya dengan Yesus mampu mengubah kehidupannya.
Pada pasal-pasal sebelumnya Yesus sudah menyatakan diriNya sebagai terang dunia, pada pasal 9 ini Yesus kembali menyatakan diriNya sebagai terang dunia (ay.5). Sekali lagi, Yohanes ingin menyatakan bahwa Yesus adalah benar-benar Mesias.
Jika pada pasal 8, orang-orang farisi membandingkan Yesus dengan panutan mereka yaitu Abraham. Pada pasal 9 ini, justru kebalikannya, Yesus dengan orang buta sejak lahir, yang dalam perspektif mereka, memiliki kedudukan rendah dan tidak dihargai, apalagi sebagai orang yang meminta-minta. Tidak seperti Abraham yang sudah dikenal keberadaannya bagi orang-orang Israel.
Tetapi, yang jelas Yesus ingin menyampaikan tentang pekerjaan-pekerjaan Allah yang bisa dilakukan selama masih siang dan malam akan segera datang. Untuk itu, Yesus mengajak orang-orang untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah, selagi terang itu ada. Akan tetapi ada tiga respon yang berbeda yang akan kita pelajari:
1. Respon orang-orang Farisi
Mujizat ini dimulai dengan pertanyaan para murid kepada Yesus perihal orang buta sejak lahir. Mereka mempertanyakan, mengapa dia dilahirkan seperti itu? Dosa siapakah itu, dia, atau orang tuanya? (ay.2). Tetapi Yesus menyampaikan bukan mengenai dosa, tetapi mengenai maksud Allah mengapa dia dilahirkan seperti itu, yaitu dia akan dipakai untuk menyatakan pekerjaan-pekerjaan Allah. Yesus melakukan penyembuhan kepada orang buta hanya dengan tanah yang dilembekkan dengan ludahnya, kemudian di oleskan pada mata orang buta tadi.
Secara manusia, memang hal itu mungkin sesuatu yang sifatnya jorok dan tidak lazim. Mungkin bagi para dokter sampai sekarang, tidak ditemukan kandungan obat di dalam tanah yang dicampur dengan ludah untuk dapat menyembuhkan orang buta. Tetapi Yesus mampu menyembuhkan orang buta tersebut. Peristiwa Yesus membuat mujizat terhadap orang buta sejak lahir itu menuai respon dari orang-orang Farisi.
Mereka menaruh curiga dan prasangka bahwa mujizat itu palsu dan hanya dibuat-buat. Maka dari itu terjadi perpecahan pendapat dari mereka. Sebagian mereka menganggap Tuhan Yesus sebagai orang berdosa karena melanggar peraturan hari Sabat yang melarang orang bekerja pada hari itu (ay. 16a).
Sebagian Farisi lainnya mempertanyakan bagaimana mungkin orang berdosa menyembuhkan dengan mukjizat (ayat 16b). Mereka berupaya membuktikan bahwa tidak pernah terjadi mukjizat seperti itu. Sampai kepada mereka memanggil orang yang tadinya buta sejak lahir itu sebanyak dua kali. Mereka ingin memastikan bahwa dia benar-benar buta sejak lahir.
Tidak berhenti sampai disitu, mereka juga memanggil kedua orang tua dari orang buta tadi (ay.18). Berbagai pertanyaan diberikan untuk mendapatkan jawaban untuk mendukung mereka supaya dapat menyalahkan Yesus. Tetapi mereka tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan.
Sebuah kebenaran dan kejujuran menjadi ketidakbenaran bagi mereka, karena mereka tidak percaya dan tetap mengeraskan hati terhadap kuasa Tuhan yang sudah Yesus tunjukkan. Mereka memegang hukum Taurat yang membuat mereka hidup dibawah pengaruh dosa. Karena Taurat bukan lagi menjadi hukum Allah melainkan telah berhenti pada peraturan manusia belaka (1 Kor 15:56; Rom 3:20;7:7).
2. Respon Orang Buta sejak lahir
Tanpa mempertanyakan terlebih dahulu, Yesus langsung mengaduk tanah yang sudah dilembekkan dengan ludahNya, kemudian mengoleskan pada mata orang buta tersebut dan berkata “Basuhlah ke kolam Siloam” (ay.7). Arti kata “siloam” itu sendiri adalah diutus. Untuk itu, ketika dia diutus oleh Yesus, dia melakukan dengan taat.
Karena ketaatan itu, dia telah menjadi sembuh. Dia tidak berfikir bahwa Yesus jorok atau apapun, yang ada di dalam pikirannya hanyalah bahwa dia ingin dapat melihat. Seandainya saja, dia tidak mau taat dan tidak mau dioles dengan tanah yang dicampur air ludah Yesus, mungkin dia tidak sembuh.
Namun sebenarnya ada hal yang lebih penting dari sekedar ketaatan, yaitu anugerah yang orang buta tersebut terima. Karena memang, ada tujuan Allah atas orang tersebut. Ketika anugerah bertemu dengan ketaatan maka Mujizat terjadi.
Ketika sudah sembuh, ia mengalami masalah baru, yaitu diperhadapkan dengan orang-orang Farisi dan diadili disana (ay.13). Karena memang pada waktu itu adalah hari sabat. Tetapi, ia menyatakan bahwa Tuhan Yesus pasti seorang nabi yang datang dari Allah (ayat 17). Inilah respon dari orang yang sudah mengalami anugerah Allah.
Jika melihat kedudukan seorang buta di tengah masyarakat saat itu, dinilai sangat rendah, hina, tak berdaya, dan tak berharga. Namun penilaian ini tidak berlaku dalam diri Tuhan Yesus. Justru Ia mengubah keberadaan orang buta itu secara drastis.
Harga diri orang buta itu dibangkitkan. Ia menjadi berani menjawab bertubi-tubi pertanyaan yang diarahkan kepadanya. Mula-mula dari para tetangganya, kemudian berhadapan dengan orang-orang Farisi. Orang-orang Farisi itu akhirnya menegaskan bahwa Yesus bertindak salah dan tidak tahu adat karena melakukan mukjizat pada hari Sabat. Menurut mereka perbuatan itu bertentangan dengan Hukum Taurat.
Keputusan orang-orang Farisi itu mendadak menimbulkan keberanian pada diri si pengemis yang dengan tegas dan lugu mengatakan bahwa: "Ia adalah seorang nabi!" (ay.17) sebab memang secara histori, banyak nabi yang melakukan mujizat. Contoh Musa ketika melawan Firaun, Elia ketika melawan nabi-nabi Baal. Jawaban ini sangat mengejutkan para tetangga maupun orang-orang terhormat di sekitarnya. Si lemah telah menjadi kuat, berani berkata benar, dan menyatakan keyakinannya.
Keberanian itu secara terang-terangan dinyatakan dengan cara menyembah dan sujud kepada Yesus (ay.38). Berani karena benar mungkin kata-kata ini sangat populer di masa-masa perjuangan dahulu. Tetapi karena ambisi tidak sehat, makna kalimat menjadi kabur dan luntur. Banyak orang tidak lagi berani berkata hal yang benar. Masyarakat lebih cenderung memanipulasi kebenaran daripada harus menderita karena berkata benar dan bertindak benar.
3. Respon Orang tua dari orang Buta
Berbeda dari sang anak, orang tua dari si buta tadi mengelak untuk memberikan jawaban. Selain karena mereka mungkin tidak tahu, mereka takut dikucilkan oleh para pemimpin agama Yahudi sehingga orang tua dari orang yang disembuhkan itu mengelakkan diri menjadi saksi perkara mukjizat yang terjadi pada anak mereka sendiri (ayat 20-23).
Orang tua anak itu memberi keterangan, supaya orang-orang Farisi menanyakan sendiri kepada anaknya. Orang tua tersebut tidak mau terlibat jauh mengenai apa yang menimpa anaknya. Jika si anak menyampaikan apa yang dia alami dengan berani dan tidak takut, orang tuanya justru sebaliknya. Orang tuanya ingin dirinya tetap aman dan tetap dalam posisinya. Dia belum menerima anugerah Allah, dia belum menerima kebenaran yang dari Allah sehingga respon itulah yang dipilih oleh orang tua tadi.
Yesus telah membuktikan bahwa Dia adalah terang dunia. Dia telah memelekkan mata orang buta dan memberikan terang dalam kehidupannya. Respon yang tepat telah ditunjukkan orang buta tersebut atas tindakan Yesus. Pernahkah kita juga mengalami keadaan yang sulit seperti yang dialami orang buta tadi? Respon manakah yang akan kita ambil?
Ketika kita yakin, kita sudah menerima anugerah Allah dalam hidup kita, kita akan memiliki respon yang tepat seperti orang buta tadi. Yang tidak takut, tidak malu, tidak kuatir terhadap keadaan yang datang. Kita terus berbuat kebenaran dan taat dengan apa yang Tuhan ajarkan kepada kita. Sekalipun ketidaknyamanan menghimpit kita, tetapi kebenaran dan mental sebagai anak-anak Tuhan harus dinyatakan pada dunia.
Mari kita memiliki respon yang tepat terhadap tujuan Tuhan dalam hidup kita. Dimanapun kita ditempatkan Tuhan, kita dipakai untuk menyatakan pekerjaan-pekerjaan Allah dan menjadi berkat. Tantangan dan kesulitan bisa saja memaksa kita bertindak tidak setia pada kebenaran. Oleh karena itu kesetiaan pada keyakinan terhadap Kristus harus tetap terjaga.
Berani berkata benar dan mempertahankan kebenaran sekalipun harus menanggung resikonya. Itu yang harus kita lakukan. Inilah kesamaan Yesus, orang buta dan yang harus kita lakukan sekarang. Terus menyatakan kebenaran meski ditentang dan banyak resiko. Segala sesuatunya dikembalikan kepada yang mengutus, yaitu dengan terus menyembah Allah dalam hidup kita.
Posting Komentar untuk "Berani Berkata Benar"