Tiga Makna Kasih Menurut Injil Yohanes 7:53-8:11
Ada banyak orang memaknai kasih dengan berbagai cara dan berbagai arti. Namun yang jelas adalah bahwa kasih bukanlah sebuah kata belaka dan juga bukan semata-mata hanya sebuah perasaan. Percuma apabila kita mengatakan mengasihi seseorang tetapi berhenti hanya dalam kata-kata dan tidak ada wujud nyatanya. Kasih juga bukan semacam perasaan suka atau senang terhadap seseorang. Bagi Yesus kasih itu adalah hukum yang terutama dan pertama dalam kehidupan.
Makna kasih sebagai sebuah hukum yang utama dan terutama memiliki makna yang dalam dan luas. Tetapi yang jelas adalah bahwa kasih yang sejati itu terwujud dalam sebuah tindakan. Dalam bagian kitab Injil Yohanes 7:53-8:11, kita akan belajar tentang bagaimana kasih itu sebenarnya. Dari kisah yang kita baca, dapat ditemukan setidaknya ada tiga makna kasih yang dapat kita pelajari bersama.
Makna Kasih Menurut Yohanes 7:53-8:11
1. Kasih itu Mengutamakan Orang Lain (7:53-8:2)
Dalam bagian ayat ini yaitu 7:53-8:2 terdapat tokoh yang memiliki kasih yang terwujud dalam sebuah tindakan yang mau mengutamakan orang lain. Dia adalah Yesus. Dalam 7:53 dan 8:1, terjadi perbedaan yang bisa kita lihat. Perbedaan itu adalah apabila dikatakan bahwa orang banyak pulang kerumah masing-masing, namun Yesus pergi ke bukit Zaitun.
Ini sejalan dengan apa yang dikatakan Yesus dalam Matius 8:20 “serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.” Sadarkah kita bahwa hal itu menunjukan betapa Tuhan lebih mementingkan kepentingan manusia? Dia yang adalah Raja di atas segala raja dengan segala kekayaan dan kemuliaanNya rela datang kedunia dan menjadi miskin sampai harus tidur di bukit karena tidak punya rumah hanya agar manusia menjadi kaya dalam anugerah dan kasih karunia. Inilah kasih yang sesungguhnya terwujud dalam tindakan nyata yang lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri.
Kemudian dalam ayat 2 juga masih sejalan dengan sikap kasih Yesus yang terwujud dalam sebuah tindakan mementingkan orang lain. Setelah perayaan pondok daun yang melelahkan dan Yesus beristirahat di bukit yang jauh dari kenyamanan, pagi-pagi benar Dia sudah berada di Bait Allah untuk mengajar. Hal ini menunjukan betapa Yesus mengasihi manusia sehingga walaupun mungkin keadaanNya lelah dan capek, tetapi pagi-pagi benar Ia sudah berada di Bait Allah untuk mengajar.
Dia tidak mempedulikan kondisi pribadiNya, yang Dia pikirkan adalah orang lain yang butuh pengajarannya agar mengetahui tentang kebenaran dan dapat bertobat. Ini kembali merupakan sebuah teladan kasih yang mau mengutamakan orang lain daripada diriNya sendiri.
2. Kasih itu Tidak Egois (8:3-6)
Kontras dengan tindakan Yesus adalah tindakan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Dalam ayat 3-5 dikisahkan bahwa mereka membawa seorang perempuan yang berzinah kepada Yesus. Ini merupakan sebuah tindakan yang egois. Dimana letak keegoisan mereka? Dalam ayat 6 jelas ditulis motivasi mereka adalah untuk menjebak Yesus bukan untuk menegakan hukum Taurat. Ini merupakan sebuah tindakan yang hanya mementingkan keinginan mereka sendiri untuk menangkap Yesus. Berulang kali mereka gagal dan kali ini mereka menjebak Yesus dengan memanfaatkan seorang perempuan.
Sikap ini akan semakin terlihat bila kita menyelidiki bahwa sesungguhnya perzinahan itu dilakukan oleh sepasang manusia, laki-laki dan perempuan. Dalam PL juga dijelaskan bahwa keduanya harus dihukum mati. Namun pertanyaannya adalah dimanakah laki-laki yang berbuat zinah itu? Besar kemungkinan bahwa laki-laki tersebut termasuk dalam persekongkolan mereka untuk menjebak Yesus. Hal ini merupakan sebuah sikap yang sangat egois dan tidak punya belas kasihan. Jadi bisa dikatakan bahwa didalam keegoisan itu tidak ada kasih sebab kasih yang sejati itu tidak egois.
3. Kasih itu Mengampuni (8:7-11)
Dalam bagian ini sikap Yesus kembali menunjukan bahwa Dia adalah seorang pribadi yang penuh dengan kasih. Ketika Dia di perhadapkan dengan sebuah kasus yang mungkin merupakan sebuah dilema, Yesus tetap menyatakan pribadinya sebagai seorang pribadi yang penuh kasih. Situasi ini merupakan sebuah situasi yang sulit karena Yesus diperhadapkan dengan sebuah situasi yang mempertemukan antara belas kasihan/anugerah dan keadilan.
Apabila Yesus berkata “lepaskan perempuan itu”, maka mereka akan menuduh Yesus melanggar hukum Taurat dengan tidak menghukum orang berdosa. Sedangkan apabila Dia berkata “hukum perempuan itu”, Ia melanggar perkataan-Nya sendiri yang mengatakan bahwa Dia mencari dan menyelamatkan manusia yang berdosa, selain itu secara hukum negara Yesus juga bisa dipersalahkan karena pada masa itu orang Yahudi berada di bawah kekuasaan Romawi sehingga hanya pemerintah Romawilah yang berhak menghukum mati seseorang.
Di dalam situasi tersebut, Yesus menjawab mereka pada ayat 7, dengan mengatakan bahwa orang yang merasa tidak berdosa hendaklah dia yang pertama melemparkan batu. Jawaban ini menjadi boomerang bagi orang-orang Farisi, sebab mereka digugah kesadarannya bahwa setiap orang juga punya dosa yang perlu diampuni. Mereka harus mengampuni karena mereka juga perlu pengampunan.
Lebih lanjut lagi Yesus mengatakan pada bagian akhir cerita ini, bahwa Yesus sendiri sebagai orang yang layak memberikan hukuman karena Ia tidak berdosa juga telah mengampuni perempuan itu. Hal ini bukan berarti Yesus menganggap enteng dosa perzinahan, tetapi semata-mata karena kasih yang mau mengampuni. Dia tetap menegur perempuan ini untuk tidak lagi berbuat dosa.
Hal ini dilakukan Yesus sebab Dia tahu bahwa kedatanganNya yang pertama bukan untuk menghakimi, namun untuk mengampuni dan menyelamatkan manusia. Dia hendak berkata bahwa “Aku mengampuni engkau, hai perempuan sebab aku mengasihimu dan tidak lama lagi aku akan menggantikanmu menerima hukuman atas dosamu itu.” Dan ini terbukti bahwa kira-kira enam bulan berikutnya Yesus tergantung di kayu salib bagi dosa perempuan itu dan bagi dosa seluruh dunia.
Dari hal ini memberi pelajaran buat kita bahwa kasih itu mengampuni. Kita boleh membenci kesalahan atau dosa sesama kita, namun kita mengampuni manusianya sebab kita mengasihi mereka. Seperti teladan Yesus yang mau mengampuni orang lain karena kasih, mari kita mengampuni juga kesalahan orang lain karena kasih. Sebab kasih yang sejati adalah kasih yang mau mengampuni.
Kita telah belajar bahwa kasih bukan hanya sebuah teori belaka namun kasih adalah sesuatu yang terwujud dalam sebuah tindakan. Dalam pembahasan kita kali ini kita belajar bahwa makna kasih yang sesungguhnya itu terwujud dalam sebuah tindakan yang mementingkan orang lain terlebih dahulu, tindakan yang tidak egois dengan mencari keuntungan sendiri dan tindakan yang mau mengampuni apabila orang lain bersalah kepada kita. Seberapa pengertian kasih yang kita miliki sebenarnya terlihat dalam seberapa nyata kita mewujudkan kasih itu dalam sebuah tindakan.
Makna kasih sebagai sebuah hukum yang utama dan terutama memiliki makna yang dalam dan luas. Tetapi yang jelas adalah bahwa kasih yang sejati itu terwujud dalam sebuah tindakan. Dalam bagian kitab Injil Yohanes 7:53-8:11, kita akan belajar tentang bagaimana kasih itu sebenarnya. Dari kisah yang kita baca, dapat ditemukan setidaknya ada tiga makna kasih yang dapat kita pelajari bersama.
Makna Kasih Menurut Yohanes 7:53-8:11
1. Kasih itu Mengutamakan Orang Lain (7:53-8:2)
Dalam bagian ayat ini yaitu 7:53-8:2 terdapat tokoh yang memiliki kasih yang terwujud dalam sebuah tindakan yang mau mengutamakan orang lain. Dia adalah Yesus. Dalam 7:53 dan 8:1, terjadi perbedaan yang bisa kita lihat. Perbedaan itu adalah apabila dikatakan bahwa orang banyak pulang kerumah masing-masing, namun Yesus pergi ke bukit Zaitun.
Ini sejalan dengan apa yang dikatakan Yesus dalam Matius 8:20 “serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.” Sadarkah kita bahwa hal itu menunjukan betapa Tuhan lebih mementingkan kepentingan manusia? Dia yang adalah Raja di atas segala raja dengan segala kekayaan dan kemuliaanNya rela datang kedunia dan menjadi miskin sampai harus tidur di bukit karena tidak punya rumah hanya agar manusia menjadi kaya dalam anugerah dan kasih karunia. Inilah kasih yang sesungguhnya terwujud dalam tindakan nyata yang lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri.
Kemudian dalam ayat 2 juga masih sejalan dengan sikap kasih Yesus yang terwujud dalam sebuah tindakan mementingkan orang lain. Setelah perayaan pondok daun yang melelahkan dan Yesus beristirahat di bukit yang jauh dari kenyamanan, pagi-pagi benar Dia sudah berada di Bait Allah untuk mengajar. Hal ini menunjukan betapa Yesus mengasihi manusia sehingga walaupun mungkin keadaanNya lelah dan capek, tetapi pagi-pagi benar Ia sudah berada di Bait Allah untuk mengajar.
Dia tidak mempedulikan kondisi pribadiNya, yang Dia pikirkan adalah orang lain yang butuh pengajarannya agar mengetahui tentang kebenaran dan dapat bertobat. Ini kembali merupakan sebuah teladan kasih yang mau mengutamakan orang lain daripada diriNya sendiri.
2. Kasih itu Tidak Egois (8:3-6)
Kontras dengan tindakan Yesus adalah tindakan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Dalam ayat 3-5 dikisahkan bahwa mereka membawa seorang perempuan yang berzinah kepada Yesus. Ini merupakan sebuah tindakan yang egois. Dimana letak keegoisan mereka? Dalam ayat 6 jelas ditulis motivasi mereka adalah untuk menjebak Yesus bukan untuk menegakan hukum Taurat. Ini merupakan sebuah tindakan yang hanya mementingkan keinginan mereka sendiri untuk menangkap Yesus. Berulang kali mereka gagal dan kali ini mereka menjebak Yesus dengan memanfaatkan seorang perempuan.
Sikap ini akan semakin terlihat bila kita menyelidiki bahwa sesungguhnya perzinahan itu dilakukan oleh sepasang manusia, laki-laki dan perempuan. Dalam PL juga dijelaskan bahwa keduanya harus dihukum mati. Namun pertanyaannya adalah dimanakah laki-laki yang berbuat zinah itu? Besar kemungkinan bahwa laki-laki tersebut termasuk dalam persekongkolan mereka untuk menjebak Yesus. Hal ini merupakan sebuah sikap yang sangat egois dan tidak punya belas kasihan. Jadi bisa dikatakan bahwa didalam keegoisan itu tidak ada kasih sebab kasih yang sejati itu tidak egois.
3. Kasih itu Mengampuni (8:7-11)
Dalam bagian ini sikap Yesus kembali menunjukan bahwa Dia adalah seorang pribadi yang penuh dengan kasih. Ketika Dia di perhadapkan dengan sebuah kasus yang mungkin merupakan sebuah dilema, Yesus tetap menyatakan pribadinya sebagai seorang pribadi yang penuh kasih. Situasi ini merupakan sebuah situasi yang sulit karena Yesus diperhadapkan dengan sebuah situasi yang mempertemukan antara belas kasihan/anugerah dan keadilan.
Apabila Yesus berkata “lepaskan perempuan itu”, maka mereka akan menuduh Yesus melanggar hukum Taurat dengan tidak menghukum orang berdosa. Sedangkan apabila Dia berkata “hukum perempuan itu”, Ia melanggar perkataan-Nya sendiri yang mengatakan bahwa Dia mencari dan menyelamatkan manusia yang berdosa, selain itu secara hukum negara Yesus juga bisa dipersalahkan karena pada masa itu orang Yahudi berada di bawah kekuasaan Romawi sehingga hanya pemerintah Romawilah yang berhak menghukum mati seseorang.
Di dalam situasi tersebut, Yesus menjawab mereka pada ayat 7, dengan mengatakan bahwa orang yang merasa tidak berdosa hendaklah dia yang pertama melemparkan batu. Jawaban ini menjadi boomerang bagi orang-orang Farisi, sebab mereka digugah kesadarannya bahwa setiap orang juga punya dosa yang perlu diampuni. Mereka harus mengampuni karena mereka juga perlu pengampunan.
Lebih lanjut lagi Yesus mengatakan pada bagian akhir cerita ini, bahwa Yesus sendiri sebagai orang yang layak memberikan hukuman karena Ia tidak berdosa juga telah mengampuni perempuan itu. Hal ini bukan berarti Yesus menganggap enteng dosa perzinahan, tetapi semata-mata karena kasih yang mau mengampuni. Dia tetap menegur perempuan ini untuk tidak lagi berbuat dosa.
Hal ini dilakukan Yesus sebab Dia tahu bahwa kedatanganNya yang pertama bukan untuk menghakimi, namun untuk mengampuni dan menyelamatkan manusia. Dia hendak berkata bahwa “Aku mengampuni engkau, hai perempuan sebab aku mengasihimu dan tidak lama lagi aku akan menggantikanmu menerima hukuman atas dosamu itu.” Dan ini terbukti bahwa kira-kira enam bulan berikutnya Yesus tergantung di kayu salib bagi dosa perempuan itu dan bagi dosa seluruh dunia.
Dari hal ini memberi pelajaran buat kita bahwa kasih itu mengampuni. Kita boleh membenci kesalahan atau dosa sesama kita, namun kita mengampuni manusianya sebab kita mengasihi mereka. Seperti teladan Yesus yang mau mengampuni orang lain karena kasih, mari kita mengampuni juga kesalahan orang lain karena kasih. Sebab kasih yang sejati adalah kasih yang mau mengampuni.
Kita telah belajar bahwa kasih bukan hanya sebuah teori belaka namun kasih adalah sesuatu yang terwujud dalam sebuah tindakan. Dalam pembahasan kita kali ini kita belajar bahwa makna kasih yang sesungguhnya itu terwujud dalam sebuah tindakan yang mementingkan orang lain terlebih dahulu, tindakan yang tidak egois dengan mencari keuntungan sendiri dan tindakan yang mau mengampuni apabila orang lain bersalah kepada kita. Seberapa pengertian kasih yang kita miliki sebenarnya terlihat dalam seberapa nyata kita mewujudkan kasih itu dalam sebuah tindakan.
Posting Komentar untuk "Tiga Makna Kasih Menurut Injil Yohanes 7:53-8:11"